Larangan Maisir dalam Al-Quran: Pesan Mendalam dari Tafsir Ustaz Adi Hidayat
Radio Limawaktu, - Dalam Al-Quran, Allah SWT secara tegas melarang umat Islam dari segala bentuk perjudian atau maisir. Dalam salah satu ceramahnya, Ustaz Adi Hidayat (UAH) menjelaskan makna mendalam dari larangan ini melalui tafsir ayat-ayat suci.
Dalam Surah Al-Maidah ayat 90, Allah SWT berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, berkurban untuk berhala, dan mengundi nasib dengan panah adalah perbuatan keji dari setan. Maka, jauhilah itu agar kamu beruntung."
Ayat ini mengingatkan kita bahwa perbuatan-perbuatan tersebut bukan hanya tercela, tetapi juga merupakan perangkap setan yang menjauhkan manusia dari rahmat-Nya.
Ustaz Adi Hidayat (UAH) menjelaskan bahwa ayat Al-Quran tersebut menyoroti dua hal penting: kebahagiaan sejati dan bahaya perjudian. Wakil Ketua Majelis Tabligh PP Muhammadiyah ini menguraikan bahwa kaum Mukminin seakan ditempatkan oleh Allah sebagai objek yang Dia ajak bicara secara langsung.
"Terkait judi ini, Al-Quran memposisikan kita seolah-olah berada di hadapan Allah, menerima pesan yang sangat dalam," ungkap UAH dalam sebuah video yang ditayangkan di kanal YouTube-nya pada Ahad (3/11/2024).
Dengan perumpamaan itu, UAH ingin menyampaikan bahwa ayat ini bukan sekadar larangan, melainkan panggilan dari Allah untuk menjaga diri dari perbuatan yang menjauhkan umat dari kebahagiaan sejati.
Ustaz Adi Hidayat (UAH) menjelaskan bahwa perilaku berjudi sesungguhnya menjadi penghalang bagi kebahagiaan seseorang. Dalam ayat Al-Quran tersebut.
UAH menggarisbawahi penggunaan kata la’allakum (Ù„َعَÙ„َّÙƒُÙ…ْ). Dalam kaidah bahasa Arab, kata ini tergolong dalam bentuk taroji, yang menunjukkan harapan akan sesuatu yang berharga, tetapi sulit dicapai tanpa usaha yang sungguh-sungguh.
“Pertanyaannya, mengapa ayat ini mengaitkan larangan judi dengan kata tersebut? Karena ketika seseorang sudah terjebak dalam sifat-sifat tersebut, sulit baginya untuk menghindar dan meninggalkannya. Inilah inti pesannya,” jelas UAH.
Ia pun menambahkan, “Jadi, judi memang menghalangi kebahagiaan, namun tak mudah bagi seseorang untuk lepas darinya.”
Ustaz Adi Hidayat (UAH) memberikan ilustrasi sederhana untuk menggambarkan daya tarik judi yang sulit ditolak. Misalnya, seseorang memiliki uang Rp 20 ribu, dan ada tawaran bahwa uang tersebut bisa "berkembang" menjadi Rp 20 juta.
“Saya tanya, apakah Anda akan menggunakan Rp 20 ribu itu untuk bertaruh, atau justru memilih meninggalkannya? Banyak yang diam, kan? Artinya, memang tidak mudah untuk menghindarinya,” ujar UAH kepada jamaahnya.
Contoh ini menunjukkan betapa kuatnya godaan judi, sehingga tanpa kesungguhan dalam mengendalikan diri, seseorang mudah terperangkap dalam ilusi keuntungan instan.
Menurut Ustaz Adi Hidayat (UAH), godaan untuk menerima tawaran berjudi memang sulit dihindari.
Hal inilah yang sering dimanfaatkan oleh para bandar judi. Manusia, kata UAH, cenderung fokus pada aspek kuantitas, mengejar angka yang besar tanpa mempertimbangkan kualitas.
“Kebanyakan orang tidak melihat kualitasnya. Nafsu manusia memang cenderung ingin memiliki banyak,” jelas UAH.
Ia mengingatkan bahwa kecenderungan ini bisa menjadi jebakan bagi siapa saja yang tak mampu mengendalikan keinginan berlebihan, sehingga terjerumus dalam ilusi keuntungan yang sebenarnya semu.
Pada masa lalu, praktik perjudian dilakukan secara manual dan terbatas oleh ruang dan waktu. Kini, kemajuan teknologi memunculkan bentuk baru, yakni judi online, yang kian marak dan mudah diakses. Saat hawa nafsu untuk meraih keuntungan semakin tak terkendali, seseorang bahkan rela mengorbankan hal-hal yang semestinya ia jaga dan pertahankan.
"Yang sekarang dipertaruhkan bukan hanya harta pribadi, tapi juga tabungan anak-cucu, simpanan istri, bahkan uang yang dipercayakan oleh rekan-rekan seperjuangannya," jelas Ustaz Adi Hidayat (UAH).
Menurutnya, dorongan untuk mendapatkan kuantitas lebih banyak ini—seperti “sinyal aktif” dalam diri—membuat seseorang mudah mengabaikan tanggung jawab dan menghancurkan amanah yang dimilikinya demi mengejar ilusi keuntungan yang tak pasti.
Menurut Ustaz Adi Hidayat (UAH), Al-Quran menggambarkan perjudian sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Ia mengingatkan setiap Mukmin agar tidak tergoda untuk mendekati maksiat ini, karena dampaknya tidak hanya merusak harta, tetapi juga kebahagiaan dalam hidup.
“Jika seseorang terus terjerumus dalam perjudian, kebahagiaan dalam hidupnya perlahan-lahan akan terkikis,” jelas UAH.
Terlebih bagi yang sudah kecanduan, kebahagiaannya bisa hilang sepenuhnya, digantikan oleh kekosongan dan penderitaan.
“Bahagia itu identik dengan ketenangan. Lawan dari tenang apa? Gelisah. Maka bagi orang yang berjudi, hal pertama yang hadir dalam hatinya adalah kegelisahan,” tambahnya.
Dengan kata lain, perjudian tak hanya menggerogoti materi, tapi juga merampas ketentraman jiwa.
0 Komentar