Inspirasi Baru

Kebodohan, Keputusan, dan Amanah Hukum: Sebuah Pelajaran tentang Keadilan

Kebodohan, Keputusan, dan Amanah Hukum: Sebuah Pelajaran tentang Keadilan
Kebodohan, Keputusan, dan Amanah Hukum: Sebuah Pelajaran tentang Keadilan. Seorang yang belum tahu tidak bisa serta-merta disebut bodoh. Ketidaktahuan adalah bagian dari perjalanan setiap individu dalam mencari ilmu.

RadioLimawaktu.Com, - Seorang yang belum tahu tidak bisa serta-merta disebut bodoh. Ketidaktahuan adalah bagian dari perjalanan setiap individu dalam mencari ilmu. Namun, kebodohan sejati muncul ketika seseorang yang sudah tahu, memilih untuk menutup mata, merasa cukup dengan apa yang ia ketahui, dan enggan untuk belajar lebih jauh. Kebodohan bukan terletak pada ketidaktahuan, melainkan pada keengganan untuk tahu, pada rasa cukup dan puas dengan pengetahuan yang terbatas.

Dalam perjalanan menuntut ilmu, ada sebuah hikmah yang mendalam: "Setiap kali ilmumu bertambah, engkau akan mengerti bahwa masih banyak hal yang belum engkau ketahui." (Ahli hikmah). Semakin kita memahami dunia ini, semakin kita menyadari bahwa ada banyak hal yang masih tersembunyi, dan pengetahuan kita hanyalah secuil dari keseluruhan kebenaran yang ada.

Hal ini tercermin dalam kisah ketika Nabi Muhammad SAW mengutus Muadz bin Jabal ke negeri Yaman. Ketika ditanya bagaimana ia akan menghukum suatu perkara, Muadz dengan tegas menjawab bahwa ia akan berpegang pada Kitabullah. Jika tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, ia akan merujuk pada sunnah Rasulullah SAW, dan jika keduanya tidak memberi jawaban, ia akan berijtihad dengan pandangannya sendiri, dengan hati-hati dan tanpa berlebihan. Rasulullah SAW, yang menyaksikan kesungguhan dan kebijaksanaan Muadz, pun memujinya.

Namun, dalam konteks hukum, tidak semua hakim dapat diandalkan untuk membawa keadilan. Nabi Muhammad SAW bersabda, "Hakim itu ada tiga golongan: satu orang di surga dan dua orang di neraka. Hakim yang berada di surga adalah seorang yang mengetahui kebenaran lalu menghukumi dengannya. Seorang hakim yang mengetahui kebenaran lalu berlaku zalim maka ia berada di neraka. Dan hakim yang memberikan keputusan untuk manusia di atas kebodohannya maka ia di neraka." (HR Abu Daud). Hadis ini mengingatkan kita akan pentingnya moralitas, pengetahuan, dan keadilan dalam keputusan hukum.

Ada tiga tipe hakim yang dapat kita pelajari dari ajaran ini. Pertama, hakim yang jujur, yang selalu berpegang pada kebenaran dan keadilan, serta berani berdiri teguh meskipun harus berhadapan dengan kekuasaan atau tekanan. Kedua, hakim yang culas, yang memiliki pengetahuan dan kemampuan, tetapi lebih mementingkan kepentingan pribadi atau kelompoknya, sehingga keadilan terabaikan. Ketiga, hakim yang pandir, yang tidak memiliki kapasitas yang memadai dalam hal ilmu dan pengalaman, sehingga keputusan yang diambil seringkali tanpa pertimbangan matang dan tidak adil.

Kisah lucu namun memilukan tentang hakim pandir yang diterbitkan dalam buku 30 Kisah Teladan karya KH Abdurrahman Arrosi menggambarkan betapa sebuah keputusan yang diambil oleh hakim yang tidak cakap dapat membawa malapetaka.

Dalam kisah tersebut, seorang pencuri yang terjatuh karena kayu jendela yang rapuh justru menuntut si orang kaya yang bakhil karena kelalaiannya. Hakim yang tidak berkompeten malah memutuskan untuk menghukum orang kaya, tukang kayu, hingga akhirnya malah jatuh ke dalam kebodohan yang lebih besar. Keputusan yang diambil tanpa pertimbangan yang tepat dan tanpa ilmu yang cukup hanya akan menciptakan kerusakan yang lebih luas.

Pesan moral yang bisa kita ambil adalah bahwa pemimpin, termasuk hakim, haruslah orang yang tepat, yang memiliki pengetahuan, moralitas, dan integritas. Kita diingatkan untuk selalu menjaga amanah, mendengarkan nasihat, terus belajar, dan tidak merasa cukup dengan apa yang kita ketahui. Kebodohan dalam pengambilan keputusan, terutama yang menyangkut kehidupan orang banyak, dapat menimbulkan petaka yang tidak hanya menyengsarakan diri sendiri tetapi juga orang lain.

Agama mengajarkan kita untuk memberikan amanah kepada yang ahli dan memiliki kapasitas. Jangan pernah mengabaikan pentingnya ilmu dan moralitas dalam memegang tanggung jawab, karena sebuah keputusan yang tidak bijaksana dapat memengaruhi kehidupan banyak orang. Kebodohan yang tidak disadari dapat mengorbankan keadilan dan kesejahteraan banyak pihak. (Bd20)

0 Komentar

Type and hit Enter to search

Close